Translate

Monday, March 16, 2015

Selepas Hujan



Bulan penuh bundarnya,
malam terbelah dua,
sisa hujan masih terjejak.

Pada persimpangan gang sempit,
rombongan kucing berkejaran,
bagai begal berebut perawan.
gaduh mencakar kelam jalanan.

Suara mereka mirip terompet,
tiupan lepas bibir si kecil.
Tak paham  ada yang sedihnya lengket
nyali bapaknya semakin kerdil.

Hela nafasnya kaku,
hisap lintingan bak cerutu.
Dagangannya tak kunjung laku,
pada langit basah di tahun baru .

Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah..

Pesta kembang api padam
orang terberai lalu lalang
kertas dan sampah kesakitan.

Pada ujung gang sempit,
tepi lokalisasi  tak bernama.
Wanita paruh baya lambaikan nasib,
gincu merah menempeli  batang rokoknya.

Ikuti jalannya jaman,
penuh luka dan tangisan.
Tak dapat satupun pelanggan
sayang bukan karena derasnya iman.

Tatapannya nanar,
semua bagian tubuhnya melar.
Ah, ada pula yang menyempit,
waktu, uang dan penyakit.

Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah...


Dua setengah bulan berlalu,
peristiwa melintas bisu.
Tanah basah paksa aku cerita.

Senja tinggal abunya,
kelelawar menarikan kepak resahnya.
Pertanyaan menghujam di kepala,
dari dia yang kuasai aku punya rasa.

Kemarau 'kan datang,
musim pengembaraan membentang.
Sabana menunggu disapa,
puncak menantang diciumi keningnya.

Langit tuliskan apa?
musim lepas rindu jadikah nyata?
Wanitaku menanti dipeluk,
Perempuanku membayang di ufuk.

Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah..

(16 maret di sore yang dingin. Kopi, rokok dan percakapan batin tanpa jawab...) 

Wednesday, March 4, 2015

Tak Sepadan (Chairil Anwar)


TAK SEPADAN
 

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros


Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka


Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka


Chairil Anwar
Februari 1943


Chairil Anwar, Idola saya. Dalam masa hidupnya yang bisa dibilang cuma sebentar, karyanya abadi. Dibukanya puisi tentang kematian neneknya dan ditutup dengan puisi kematian renungan untuknya yg menjelang ajal. Link tadi tribut buat Chairil Anwar dan Netral.   Netral, terutama lagunya yang berjudul Hujan di hatiku. Ada di playlist abadi saya juga. Menemani beribu kali kesepian dan pengembaraan.

Tak sepadan, Puisi ini jujur sering jadi pengingat saya waktu dekat dengan wanita. Apalagi mereka merespon positif.  Sadar keterbatasan  dan "kegilaan" saya pasti akan menyengsarakan mereka kalau berjalan bersama. Sadar juga hampir tak ada wanita yang akan kuat menjalani kehidupan yang saya idamkan. Palingan mereka menyerah di tengah jalan dan saya gagal move on karena ketergantungan pada hatinya. Semacam dikutuk Eros, hati mereka sudah tertutup lelaki lain sedang saya merangkaki kenangan saja yang dingin dan pintunya sudah tertutup saat saya rindu memasukinya. Akhirnya mereka baik-baik saja sedang saya terpanggang tinggal rangka. :))

Saya tak begitu peduli akan harta dan tahta, bisa dibilang saya tidak peduli akan standar dunia. Yang saya pedulikan cuma hidup dalam jalan kebebasan dan bisa hidup bahagia tanpa menyusahkan orang lain. Mungkin kalau saja saya tidak memikirkan Ibuk, maka bisa dipastikan yang akan saya tempuh seperti jalan Umbu Landu Paranggi. Berkelana sambil menulis apa saja, menggelandang. Atau bisa jadi lebih parah lagi seperti Alexander Supertramp di film "Into The Wild" Jujur kecil mimpi saya mirip dia, membuang dunia dan menyepi ke alam bebas.

 Thx banget buat yang mau baca, syukur-syukur dengerin youtubenya.