Bulan penuh bundarnya,
malam terbelah dua,
sisa hujan masih terjejak.
Pada persimpangan gang sempit,
rombongan kucing berkejaran,
bagai begal berebut perawan.
gaduh mencakar kelam jalanan.
Suara mereka mirip terompet,
tiupan lepas bibir si kecil.
Tak paham ada yang sedihnya lengket
nyali bapaknya semakin kerdil.
Hela nafasnya kaku,
hisap lintingan bak cerutu.
Dagangannya tak kunjung laku,
pada langit basah di tahun baru .
Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah..
Pesta kembang api padam
orang terberai lalu lalang
kertas dan sampah kesakitan.
Pada ujung gang sempit,
tepi lokalisasi tak bernama.
Wanita paruh baya lambaikan nasib,
gincu merah menempeli batang rokoknya.
Ikuti jalannya jaman,
penuh luka dan tangisan.
Tak dapat satupun pelanggan
sayang bukan karena derasnya iman.
Tatapannya nanar,
semua bagian tubuhnya melar.
Ah, ada pula yang menyempit,
waktu, uang dan penyakit.
Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah...
Dua setengah bulan berlalu,
peristiwa melintas bisu.
Tanah basah paksa aku cerita.
Senja tinggal abunya,
kelelawar menarikan kepak resahnya.
Pertanyaan menghujam di kepala,
dari dia yang kuasai aku punya rasa.
Kemarau 'kan datang,
musim pengembaraan membentang.
Sabana menunggu disapa,
puncak menantang diciumi keningnya.
Langit tuliskan apa?
musim lepas rindu jadikah nyata?
Wanitaku menanti dipeluk,
Perempuanku membayang di ufuk.
Hujan membawa berkah..
Hujan membawa resah..
(16 maret di sore yang dingin. Kopi, rokok dan percakapan batin tanpa jawab...)
No comments:
Post a Comment