Translate

Sunday, October 23, 2016

Parto Kelir, Mbak Yun dan Problemnya (Dalan Anyar)


Aku terbangun dari tidur siangku gara-gara pertengkaran hebat Parto Kelir yang lagi istirahat siang pulang ke rumahnya. Mbak Yun terlihat ganas tapi cantik seperti biasanya, membentak dan menuding ke wajah suaminya itu. TKP-nya di halaman rumahku.  Si Billy, anaknya Parto Kelir dan Mbak Yun yang baru kelas tiga SD dengan ciri khas  rambut kliwir mburi, malah nyantai banget. Bersama teman-temannya yang pulang cepat dari sekolah gara-gara gurunya mau demo minta kejelasan nasibnya sebagai guru wiyata yang terlunta-lunta, asyik nonton dan nyorakin nambah semangat yang lagi bertengkar. Mereka pikir ini mungkin semacam sinetron yang sering mereka tonton. Ini mungkin sisi baiknya tontonan televisi jaman sekarang. Mereka terbiasa melihat pertengkaran. Sayangnya sekarang ini di depan rumahku tidak ada KPI yang biasanya main sensor.

Parto Kelir cuma pakai kolor biru dengan perut yang membuncit kebanyakan ciu. Kumisnya terlihat semakin menebal mirip kumis polisi india berlawanan dengan rambut di kepalanya
yang semakin menipis tergerus pemikirannya. Tapi tangannya  terlihat kekar, maklum tukang kayu yang mantan preman lumayan terkenal seantero kota. Sedang Mbak Yun ndak mau kalah terbukanya. Pakai celana gemes dan tanktop merah menyala, muka-muka mulai masuk milf , tiga besar wanita cantik di kampung. Ukuran bra aku berani pastikan 34 dengan kaki yang lumayan mulus dan kulit putih merata namun agak pucat, maklum pekerjaannya jarang kena panas matahari secara langsung sebagai tukang cuci di laundry miliknya Mas Wendy. Lumayan, ndak kena blur.

Genk bapak-bapak dan ibuk-ibuk tetangga terbelah dua, secara alami memisahkan diri, tanpa sadar semacam ada sekat seperti di mushola bagi kaum lelaki dan perempuan. Thermometer kamarku nunjukin suhunya 36 derajat celcius. Cuaca benar-benar mendukung, panas luar dalam. Aku buka jendela kamarku sambil bikin kopi. Nyalain rokok sebatang, buka pintu lalu duduk di kursi bambu terasku. Aku nyalain juga dvd playerku full Via Vallen, buat backsound pertengkaran. Biar makin asyik dan tambah gayeng menikmati drama mereka. Copot kaos, pakai kolor biar seragam dengan Parto Kelir sambil ngipasin badan pakai koran bekas.

"Ngaku aja Mas.. Ngakuuuuu... Kamu  yang ngambil uangku tho!!! Itu duit buat bayar seragam sekolahnya Billy, Maaaaassss!!  Kamu buat apa uangnya.. Buat mabuk? Beli togel? Nglonthe??? Punya selingkuhan???  AYO NGAKU!!!" Mbak Yun sambil nuding suaminya, terlihat makin cantik waktu galaknya keluar, pipinya sedikit merona. Angin juga mendukung, rambutnya yang sepinggang mirip Via Vallen tergerai terbawa angin mirip iklan sampo.

" Ndak Dik, sumpah.. Bukan aku yang ngambil.. Tenaaaan... Mungkin jatuh atau kesingsal.. Lha kamu nyimpannya di mana???" Parto Kelir mencoba mendekat dan menenangkan isterinya dengan halus. Parto Kelir, biar badannya tinggi gede tapi suaranya memang halus mirip Pance, juara bertahan lomba karaoke agustusan tiap tahunnya dengan lagu wajib "Kucari Jalan Terbaik".

"Alaaah, berlagak ndak tahu nyimpennya di mana.. " Mbak Yun Ketus poker face njawabnya. Mungkin terbawa panasnya gosip sebulanan ini, Parto Kelir bilangnya ibuk-ibuk makin sering mampir lama di warung kopinya Si indah, janda kembang yang mengklaim sepihak suaminya mati di Irak ikutan ISIS padahal sebagian besar dari warga sini tahu, suaminya kawin lari dengan PK idolanya.

"STOP!!! Kurang Ngesoul!!! Ekspresinya Papi gimana sih, lebih dalam penjiwaannya. Lebih diliatin tulus dan muka tanpa dosanya dong... Mami juga lebih ekspresif, sambil mendelik atau gimana gitu biar tambah greget!!!"  Billy berjalan mendekat dengan ekspresi galak sambil bawa palu kayu bercat hitam mainan barunya pemberian bapaknya tadi pagi, Kebetulan aku melihat Parto kelir waktu memberikannya waktu mau berangkat kerja. Mungkin biar Billy bisa terinspirasi jadi tukang kayu seperti bapaknya dan tak perlu lewat jalan pendidikan preman dulu kalau cuma ujungnya jadi tukang kayu. Billy mencoba memisahkan sejenak dan mengarahkan pertengkaran orangtuanya. Sepertinya ini bocah memang punya bakat menjadi sutradara.

"Huuussss!!! Ndak usah ikut-ikutan urusan wongtuo, Bill!!!!!"  Parto Kelir dan Mbak Yun kompak mendelik, melotot sambil njewer kuping kanan dan kiri. Billy cuma cengengesan, merasa tak berdosa.

"Billy bener, Kowe kurang Ekspresif dik Parto!!!" Pakdhe Jon yang cuma sporetan sambil nglinting berteriak dari kubu lelaki.
"Setuju, Mosok kalah sama pertengkaran Marno kemarin, To!!!" Mas Ndaliman ikut bersuara sambil nglirik Mas Marno yang disampingnya.
"Iyo, Billy bener kui.." Kompak suara dari para pemirsa siang ini, termasuk aku.

"Maju terus Mas Parto!!!" Warjo Tato, preman sini yang wajah dan rambut gondrongnya mirip Didi Kempot, adiknya Mbak Yun, bukannya membela Mbakyunya tapi malah mendukung Parto Kelir. Mungkin dengan alasan persaudaraan sesama lelaki.
"Yun, Semangat.. Hajar!!!" Yu Darmi pemimpin  Genk Ibuk-ibuk terlihat manasi sambil menggepalkan tangan.
"Fokus Mbak Yun, fokuuus... " Mbak Narti ikut menyemangati sambil mbawain Aqua.
"Kamu bisa Mbak Yun!!!" Kubu para istri  menyemangati.

Sebagian besar membenarkan Billy, sebagian lagi masih menebak-nebak akar masalahnya apa. Awalnya bisik-bisik lalu makin terdengar seperti ada rombongan lebah. Bikin yang bertengkar jadi tidak konsen bertengkarnya.

"Break sik ae iki, Sepuluh menit lagi dilanjutin biar makin seru... Setuju?!" Pakdhe Jon mencoba memberi solusi deadlock suasana ini. 
"SETUJU!!!" Kompak semua kubu bahkan kubu anak-anak termasuk Billy ikut mengamini.
"Dik Ji, sini...  Request Via Vallen yang "Dalan Anyar!",  Habis itu "Suket Teki", sambung "Sayang" men ra sepi.. " Pakdhe Jon yang kami tuakan di sini mendatangiku.

"Siaaap Pakdhe!!!" Aku nyruput kopi sambil ganti playlist.
"Jossss!!! volumene digedein biar makin gayeng, Ji...!!!" Warjo Tato nambah requestnya.
"Siaaap Maaassss..." Aku ngacungin jempol, Mbesarin volume.

Parto Kelir dan Mbak Yun kemudian saling berpandangan mata. Mereka sadar ada aturan tak tertulis di kampung ini. Warga sini pemegang Demokrasi yang sebenarnya, suara terbanyak yang menang. Mau ndak mau mereka harus nurutin request. Mereka  mbisikin Billy entah nyuruh apa tiba-tiba Billy berlari masuk ke rumahnya yang berhadapan dengan rumahku. Parto Kelir kemudian berjalan ke arah kubu suami sedang Mbak Yun dijemput Yu Darmi diberi pengarahan kubu istri.

Sebagian masuk rumah masing-masing ngambil rokok dan cemilan. Ronde pertama resmi break sepuluh menit dengan Dalan Anyar Via Vallent sebagai musik pengisi jedanya, gayeng....

Kembang tebu sing kabur kanginan
Saksi bisu sing dadi kenangan
Prasetyamu kui mung kiasan
Tresnamu saiki wis ilang


Neng dalan anyar kowe karo sopo
Aku ngerti dewe neng ngarepe moto
Neng dalan anyar kowe karo sopo
Neng kulon terminal kertonegoro ngawi


Sebagian besar ikut bernyanyi, genknya si Billy malah njoget bareng. Billy bergaya seperti aktor india bawa kacamata dan selendang keluar rumah berjalan pelan-pelan dan berjoget. Kacamata diserahkan ke bapaknya dan selendang ke ibunya.  Parto kelir memakai kacamata hitam sepuluh ribuan, terlihat semakin gagah. Mbak Yun memakai selendang pemberian Billy dan terlihat anggun seperti bintang korea dengan mata yang berkaca-kaca. Mungkin terbawa lagunya, mungkin berpikir Parto Kelir punya selingkuhan dan bermacam-macam kemungkinan lainnya. Yang jelas mereka sadar, merekalah bintang pertunjukan siang ini. Makanya pada dandan dan mulai mendalami perasaannya lagi. Biar makin ngesoul, istilahnya si Billy.

Ndak ada yang tertarik mencoba memisah mereka, aku pun malas memisahnya. Lha wong ini tontonan asyik je, gratis lagi. Live action yang setiap hari kami nikmati bersama dengan pemain yang berganti-ganti setiap harinya. Beruntunglah aku yang rumahnya ada halamannya biar cuma seluas dua kali lapangan tenis meja. Panggung rakyat yang sering buat arena tongkrong dan debat. Kadang juga buat berkelahi dan bertengkar. Sering dapat tontonan gratis. Dan lagi-lagi tanpa blur, darah tetap merah, payudara wanita juga jelas belahan dadanya.

Inilah tradisi kampung kami, kampung pinggiran yang kumuh dengan batas antar rumah cuma dinding tripleks dan yang paling mewah ya berupa batako. Kampung yang ndak punya rahasia, dindingnya terlalu tipis dan bertelinga. Bagaimana mau punya rahasia, wong sepandai-pandainya menyimpan, kaum lelakinya pas pada mabuk ciu pada kelepasan ngomong. Yang kaum wanitanya setiap kedatangan si Warjo pedagang sayur keliling, pasti pada ngumpul sambil cekikian mbahas gosip sekitarnya. Wis tho, berat nyimpan rahasia di sini. Ukuran kelamin sampai dengan gaya apa yang buat bercinta semalamnya saja bisa bocor, sekampung pada tahu.

 "Hayo, semalem habis kawin sama bojomu tho Nik..."
"Asyik tho pakai gaya yang aku bilangin kemarin, Ti..."
"Eh, bener lho kata budhe, Asyik pakai gaya itu.."
"Ya tho...."
"Mbok kasih tips lainnya lagi, Budhe..."

Semacam itulah percakapan mereka di depan si Warjo, sambil cekikian. Ada saja pokoknya bahannya. Biar ndak pengen dengar terpaksa aku juga dengar, mau gimana lagi, mangkalnya Warjo pas depan rumahku. Panggung bersama kampung kami.

Biasanya Pak RT yang misahin kalau ada pertengkaran seperti ini tapi sudah dua hari ini pergi, lagi pulang kampung. Bilangnya mau refreshing, mungkin sudah terlalu penat mencoba menjadi penengah di kampung pinggiran yang kurang diperhatikan pemerintah. Sepertinya ini akan jadi pertengkaran yang sedikit panjang. Tak ada azas praduga tak bersalah, yang ada praduga seenaknya, yang penting asyik.

Paribasan awak urip kari balung
Lilo tak lakoni
Jebule janjimu jebule sumpahmu
Ra biso digugu


Wong salah ora gelem ngaku salah
Suwe-suwe sopo wonge sek betah
Mripatku uwis ngerti sak nyatane
Kowe selak golek menangmu dewe
Tak tandur pari jebul tukule

malah suket teki


Playlist selanjutnya, suket teki Via Vallen memang joss. Suasana kampung kami dengan jalan tanah yang berdebu makin gayeng. Billy dengan genknya njoget ala Temonholic, Ndak begitu peduli dengan ibunya,  Mbak Yun yang sekarang malah nangis bombay, mungkin gara-gara dipanasin genk ibuk-ibuk. Sekilas pandangannya melirik ke arahku. Menatapku dengan sendu tanpa kata. Parto Kelir tambah kereng digambarin tato naga di lengannya buatan Warjo Tato pakai spidol permanent. Mereka seperti jago yang akan dimasukkan ke arena tarung, makin terlihat ngesoul.

Mulutku terasa asam, Ronde ke dua sebentar lagi akan dimulai. Aku bergegas mengambil rokokku yang tertinggal di kamar. Tak ingin tertinggal lanjutan drama siang ini. Masuk ke kamar tersandung botol birku, seketika aku terhenyak ketika merapikan selimut sambil mencari rokokku. Memandang ranjangku, memandang dua lembar duit merah ratusan ribu, memandang bra yang harusnya ada di dalam tanktop Mbak Yun. Memandang bayangan Mbak Yun yang makin jelas ketika  tadi pagi selepas kepergian Parto Kelir dan Billy ke sekolahnya, sempat mampir di pelukanku.

Tanpa blur, tanpa KPI, tanpa tisu...

Hanya lagu "Sayang" yang pelan-pelan mulai menghilangkan aroma tubuh Mbak Yun yang masih tertinggal di kamarku.....

sak tenane aku iki pancen tresno awakmu
ora ono liane sing iso dadi penggantimu
wis tanggung awakmu sik cocok neng atiku
nganti atiku njerit atimu ra bakal krungu 


meh sambat kalih sinten
yen sampun mekaten,

merana uripku


No comments:

Post a Comment